Selasa, 18 September 2012

Rangkap Jabatan di Cabang Olahraga, Boleh

Adhyaksa Dault
Jakarta - Mantan Menpora Adhyaksa Dault menilai tidak masalah seorang pejabat publik memimpin organisasi olahraga di tanah air, asalkan figur tersebut memang mengerti olahraga tersebut.

Munculnya nama Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Ketua DPR RI Marzuki Alie dalam bursa calon ketua umum pada Munas PB PBSI, 20-22 September, seperti menegaskan bahwa Indonesia masih sering "bergantung" pada birokrat untuk mengurus olahraga.
Sejak dulu banyak induk organisasi olahraga dipimpin oleh pejabat publik -- atau mantan pejabat atau pensiunan TNI.

Dalam UU No. 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) maupun PP/16/2007 tentang penyelenggaraan keolahragaan, disebutkan bahwa pejabat publik/struktural dilarang merangkap jabatan di induk organisasi olahraga.

Tentang undang-undang tersebut, Adhyaksa mengatakan bahwa larangan rangkap jabatan itu dikhususkan untuk posisi di KONI.

"Tidak masalah menteri atau pemerintah menjabat sebagai ketum PBSI. Yang tidak boleh menjabat adalah menjadi ketua KONI. Mereka tidak melanggar kok, silakan saja," ujar ujar Adhyaksa di Hotel Century, Jakarta, Selasa (18/9/2012).

Jika pejabat publik harus memimpin sebuah induk organisasi olahraga, misalnya PBSI, mantan menpora yang juga pernah menjadi ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu memberikan syarat-syarat tertentu.

"Saya tidak masalah dengan Pak Gita, tapi ia harus tahu belajar aturan bulutangkis. Tidak harus berfinansial kuat. Tetapi harus punya visi dan misi yang jelas. Untuk Pak Gita, masih banyak kegiatan yang lain, konsentrasi lah ke tugas yang sebenarnya. Marzuki Alie juga begitu," tukasnya.

Sampai saat ini baru beredar tiga nama yang mencalonkan diri ke bursa pemilihan ketua umum PBSI. Selain Gita dan Marzuki, ada pula Icuk Sugiarto, mantan pebulutangkis nasional yang juga pernah menjadi staf ahli menpora di era Adhyaksa Dault.

Sebelumnya, pengamat olahraga dari Universitas Indonesia, Ari Junaidi ,mengatakan, sebaiknya organisasi olahraga tidak selalu dipimpin oleh figur dari kalangan birokrat. Salah satu alasannya adalah supaya tidak ada konflik kepentingan.

"Rangkap jabatan harusnya dihindari. Misalnya, ketika menjadi pejabat, dia harusnya mundur dari partai. Itu untuk menghindari adanya tumpang tindih kepentingan organisasi dan politik," ujarnya.

"Jabatan ketua umum harusnya tidak selalu dari pejabat pemerintahan. Pejabat pemerintahan harusnya fokus pada tugasnya. Soal olahraga, serahkan saja pada ahlinya. (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar